Tuesday 30 October 2007

Suasana Idul-Fitr di Jepang...

Berhubung ada yg nanya2 ttg suasana Idul Fitr di Jepang... saya copy paste aja tulisan berikut ini dari internet.......... ^_^;

---------------------------------

Suasana Idul Fitri di daerah-daerah Jepang
Sabtu, 20 Oktober 2007 - Berita

Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuh

Tidak kalah dengan yang di Indonesia, suasana Idul Fitri 1428H di Jepang pun berlangsung cukup meriah. Pada kesempatan kali ini KAMMI Jepang telah meliput bagaimana suasana lebaran di kota-kota besar di Jepang, yaitu suasana Idul Fitri di Tokyo, kota Sendai dan di daerah Kansai. Lebih lengkapnya, berikut uraian rekan-rekan kita dalam liputan spesial Idul Fitri kali ini.

Merasakan Idul Fitr di Tokyo

oleh : Sunu Hadi

Sholat Idul Fitri dimulai jam 8.30 di Balai Indonesia , yang lebih dikenal dengan SRIT.: Sekolah Republik Indonesia Tokyo. Tahun ini hari raya dirayakan pada tanggal 13 Oktober、bertepatan dengan hari Sabtu. Dikarenakan Sabtu merupakan hari libur dan akhir pekan, jamaah sholat Ied lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya hingga sholat terpaksa dilaksanakan beberapa gelombang mengingat tempat yang tidak mencukupi. Tak semua jamaah bisa melaksanakan sholat dalam ruangan. Siapa yang ingin mendapat jatah di dalam, harus berangkat lebih pagi, atau turut takbir pada malam hari raya. Jamaah tidak hanya warga negara Indonesia saja, beberapa saudara muslim dari negera lain pun terlihat turut sujud di Balai Indonesia pagi itu, termasuk warga muslim Jepang.

Imam dan Khatib adalah Ustadz Athian Ali Moh. Da`i, Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia , yang telah mengisi kegiatan keislaman selama bulan Ramadhan di Jepang. Kutbah Idul Fitri yang disampaikan dengan segenap hati, mampu mencerminkan kelulusan kembali ke fitrah dan menggetarkan hati makmum yang mendengarkan.

Komunitas muslim Indonesia di Tokyo memang lebih banyak dibandingkan daerah lain di Jepang. Idul Fitri sekaligus menjadi kesempatan silaturahmi dengan saudara seiman yang pada hari biasa sukar bertemu muka secara langsung. Apalagi Duta Besar RI, Jusuf Anwar, juga mengadakan Open House di hari yang membahagiakan ini. Santapan khas nusantara yang jarang dijumpai di Jepang bisa dinikmati dengan lezat. Mungkin hal ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Indonesia untuk melepas rasa rindu terhadap citarasa tanah air, sekaligus memperkenalkan budaya boga Indonesia kepada masyarakat Jepang maupun warga negara lain. Menu utama kali ini adalah lontong, opor ayam, lengkap dengan semur jengkol plus kue-kue khas lebaran. Santapan yang cukup nikmat setelah berjalan sekitar 30 menit dari Balai Indonesia menuju Wisma Duta.

Salam-salaman, saling memaafkan, canda dan tawa memenuhi Wisma Duta yang terbuka untuk umum mulai pukul 10 pagi. Jatah makanan untuk 3000 orang nampaknya tidak berakhir mubazir dengan banyaknya tamu yang berdatangan hingga hampir memasuki waktu ashar. Semoga saja keramaian hara raya di Tokyo ini menjadi refleksi dari gencarnya usaha kita meramaikan bulan suci.


Kesan Pertama di Sendai

oleh : Tria Damayanti

Alhamdulillah , akhirnya sampai juga di Sendai setelah sebelumnya harus melalui perjuangan perjalanan dari Narita berganti kereta 2 kali dan dilanjutkan naik taksi. Untung ada sahabat setia yang selalu ada membantuku. Sendai ternyata kota yang cantik, tertib dengan udara sejuk.

Menjalankan ibadah puasa di negeri orang apalagi bukan negara muslim dan jauh dari keluarga cukup berat dirasakan, namun udara Sendai yang sejuk ditambah waktu puasa yang lebih pendek 1 jam disbanding Jakarta sangat membantumenjalankan ibadah puasa disini. Apalagi orang indonesia yang ada di Sendai semuanya baik-baik dan saling membantu. Terima kasih ya.

Malam menjelang Idul Fitri biasa-biasa saja, tidak ada kegiatan istimewa seperti layaknya malam takbiran di tanah air. Sungguh sepi. Wah ternyata sangat tidak enak berlebaran di tanah orang ya. Namun alhamdulillah saat keesokan harinya menjelang sholat Ied saya bertemu dengan muslim lainnya dari negara Pakistan, Bangladesh dan Tunisia. Ternyata ada hikmahnya berlebaran jauh dari tanah air, kita dapat saling mengenal dan berbagi dengan sesame muslim walau berbeda negara. Rasa kangen terhadap suasana lebaran di tanah air lebih-lebih terhadap keluarga dapat terobati dengan acara silaturahmi bersama warga muslim Indonesia lainnya apalagi ibu-ibunya membuat lontong opor plus bakso ayam.

Wah rasanya seperti di Indonesia saja. Mudah-mudahan kita semua dapat bersama lagi di Ramadhan yang akan datang....

Idul Fitri di daerah Kansai

oleh : Firdaus Kurniawan

Sekitar 1.000 warga muslim Indonesia yang berada di daerah Kansai termasuk di dalamnya Kota Osaka, Kobe, Kyoto,dan Wakayama Jepang merayakan Idul Fitri 1428 H bersama di Kobe. Penulis merasakan kebersamaan yang begitu hangat apalagi mengingat kita sebagai minoritas di Jepang. Perayaan Idul Fitri 1428 Hijriah ini menjadi wahana silaturrahim, ajang saling kenal sekaligus melepas rasa kangen di Jepang. Shalat Idul Fitri dilaksanakan di pelataran Sanbo Hall di pusat Kota Kobe. Bapak Bagus Wibowo,mahasiswa program doktor di Universitas Osaka bertindak sebagai imam sedangkan khatib adalah Bapak Herliansyah, seorang mahasiswa program doktor di Universitas Kyoto.

Setelah Salat Id, acara dilanjutkan dengan halal bi halal antara jajaran Konsulat Jenderal RI Osaka dan masyarakat Indonesia yang didominasi oleh trainee. Selesai halai bi halal tibalah acara makan dengan menu khas Indonesia. Kegiatan Lebaran gabungan ini merupakan kerja sama konsulat Jendral Indonesia dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia Kansai dan Keluarga Mahasiswa Islam Indonesia Kansai. Dari informasi yang didapat kegiatan perayaan Hari Raya Idul Fitri ini diselenggarkan sejak enam tahun lalu. Sebenarnya di kota Kobe sendiri sudah terbangun masjid Kobe yang terkenal itu. Namun, dengan melihat kapasitas masjid yang tidak memadai apalagi warga Indonesia yang tinggal di daerah Kansai semakin meningkat tiap tahun, pihak konsulat Jendral Indonesia Jepang bekerjama sama dengan organisasi muslim lokal berupaya merayakan lebaran di tempat lain.

---------------------

sumber: http://kammi-jepang.net

Tuesday 16 October 2007

What r u "thinking" about?




Lagi berusaha mengembalikan english yg "tenggelam" di laut "japanese" nih ^_^;

Sunday 14 October 2007

Syawal.. Tetap Semangat !!

Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup'." [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164]

"Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah 'Id, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah bagi seseorang. ... dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib, melainkan sunnah."
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/391]


--------------------------------------
repost juga ^_^;

Menangisi Kepergian Ramadhan?

Menjelang Idul Fitr dan setelahnya, orang2 mulai menangisi kepergian ramadhan. Ada yang menumpahkannya melalui artikel , puisi, ataupun dalam kesempatan kultum, bagi yg suka kultum.. Sayangnya, ada yg salah kaprah dalam menangisi kepergian tamu agung tsb. Inilah yg aku kurang sreg kedengernya ato ngebacanya.


Memang ramadhan adalah tamu agung, muslim yg baik akan sangat bergembira bisa berada dlm bulan suci itu. Walaupun mengharapkan seluruh bulan adalah Ramadhan bukanlah ajaran Islam yg shahih (hadits ttg hal itu palsu..). Nah, masalah timbul ketika kepergian ramadhan ditangisi dg berlandaskan pemahaman yg salah. Klo kita bersedih karena gak sempurna amalan ramadhannya, atau karena tidak bersungguh-sungguh mengejar Lailatul Qodar, Ok. Karena Lailatul Qodar cuma ada pas ramadhan. Tapi sayang sekali, klo kita mengungkapkan kesedihan kita dengan bahasa, "tak ada lagi malam2 padat penuh ibadat, tak adalagi kata2 terurai dalam panjangnya munajat, pun mati kering benih2 tobat..."... Tunggu dulu...
Kok kesannya klo gitu, ibadah padat kita hanya pas ramadhan ya...munajat yg panjang hanya saat bulan suci..dan rasa tobat tumbuh cuman 30 hari sebelum Idul Fitr... Gimana nih?!


Apakah kita hanya jadi muslim yg baik pas Ramadhan doang?! Kita kan g tau kapan mati, knp Qiyamul Lail cuman pas Ramadhan? Kenapa khatam Quran cuman pas Ramadhan? Kenapa banyak bertobat cuman pas Ramadhan? Sayang kan, klo kita mati bukan pas Ramadhan. Bukan pas lagi semangat2nya Qiyamul Lail, bukan lagi pas rajin2nya khatamin Quran, dan bukan pas abis tobat...

Ups, ngomongnya jadi agak berat nih... santai aja sodara sodari. Intinya, aku pribadi kurang suka aja ama yg mengungkapkan kesedihan akan perginya ramadhan dg ungkapan2 kyk di atas.. Eits, ini tidak menunjuk siapa pun lho... lagian klo pun ada yg merasa tertunjuk, aku yakin orang itu sebenarnya tetap sholat malem, tilawah quran, dll walopun ramadhan dah pergi meninggalkan. Kadang-kadang orang ga sadar lho ama makna bahasa yg mereka gunakan..

Klo menurutku sih, justru pas abis Ramadhan tuh kita bisa evaluasi diri...misalnya "pas setan2 diiket aja sebegitu lalainya, wah klo gitu pas setan2 dilepas harus lebih berusaha nih...", atau klo emang ada kemajuan ibadah pas ramadhan, "wah, ternyta sebulan bisa ya khatamin Quran, klo gitu sekarang berusaha ngatamin tiap bulan ah..". Gituh.....
Di atas itu semua, kita, umat islam basicly disuruh gembira menyambut Idul Fitr. Jadi, proporsional aja lah. Klo kata orang jepang, hodo hodo ni.


وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
beribadahlah kepada Rabb-mu sampai datangnya kematian(al-Hijr:99)

Allah tidak mengatakan "sampai datangnya syawal", bukan?!



------------------------------------------------------
repost artikel tahun lalu dengan sedikit edit.

Monday 1 October 2007

Celakakah Kita?

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dalam suatu hadits yang sedikit panjang, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam datang kepadaku, ...... dia berkata: “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan “Amin”, maka akupun mengucapkan Amin….”...” [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978.]

Allahumma innaka `afuwwun, tuhibbul `afwa, fa`fuanna
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai kemaafan, maka maafkanlah kami.


Indahnya I`tikaf

Segala puji hanyalah milik Allah, Dzat yang telah memberikan kita begitu banyak kemudahan agar tetap dekat kepada-Nya. Dan kemudahan yang besar di antara kemudahan-kemudahan itu adalah disediakannya bagi kita bulan Ramadhan. Dan kemudahan itu semakin besar, ketika Ramadhan memasuki masa 10 hari terakhirya.

Sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah puncak kemuliaan dari bulan mulia ini. Ia mulia dengan ditempatkannya Lailatul Qadar di dalamnya. Malam yang diberkahi dan malam dijelaskannya segala urusan yang penuh hikmah (ad-Dukhan: 3-4). Malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Malam diturunkannya para malaikat dan malam yang penuh kesejahteraan hingga terbit fajar (al-Qadar: 3-5).

Orang-orang yang berharap akan kemuliaan di sisi Allah, hendaklah mencari-cari malam kemuliaan tersebut. Dan hendaklah mencarinya dengan cara yang telah dicontohkan oleh makhluk paling mulia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan kepada kita bagaimana menggunakan kemudahan yang telah disediakan Allah pada 10 hari terakhir Ramadhan. Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha, "Bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu bersungguh-sungguh (dalam amalnya) pada sepuluh hari terakhir, tidak seperti malam lainnya."(Muttafaqun alaihi).

Hadits yang lain menunjukkan bentuk konkrit dari kesungguh-sungguhan beliau tersebut, "Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu beri`tikaf pada bulan Ramadhan sepuluh hari. Pada tahun beliau akan dipanggil (wafat) beliau beri`tikaf selama dua puluh hari."(HR. al-Bukhari)

I`tikaf, demikianlah cara Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengisi 10 hari terakhir Ramadhannya. I`tikaf, demikianlah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menggunakan fasilitas yang disediakan Allah azza wa jalla pada 10 hari terakhir Ramadhan. Untuk lebih dekat padaNya, untuk menggapai ridhoNya.

Orang-orang yang mencintai Allah dan ingin dicintai olehNya, hendaklah mencari kegembiraan dengan bermalam di rumahNya. Hendaklah menghadirkan kenikmatan dengan bercengkerama hanya berdua denganNya. Hendaklah berbahagia dengan berlama-lama bersamaNya、Allahur-Rahman. Itulah i`tikaf.

Dalam kaidah fikih disebutkan, "sesuatu yang tidak bisa dikerjakan seluruhnya, janganlah ditinggalkan seluruhnya". Jika 10 hari tidak kita dapatkan, janganlah kita sia-siakan kesepuluh-sepuluhnya.

Sungguh, Allah telah memfasilitasi kita dengan begitu banyak kemudahan di bulan suci ini, lalu di manakah posisi kita?

"Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (An Nuur :36-38)