Tuesday 4 August 2009

SBFI 12: Uang Fiat

Seri Belajar Finansial Islami 12
------------------------------------------------------------

Sebenarnya agak memaksa untuk membahas uang fiat (dan dinar emas -sbfi 13-) dalam konteks finansial islami. Ekonomi islami adalah bidang yg lebih cocok tuk membahasnya. Namun anggap saja masih di garis perbatasan :)

Dari tahun ke tahun kehidupan kita, mungkin kita merasa inflasi, atau mungkin lebih kita rasakan sebagai kenaikan harga barang, adalah sesuatu yang wajar. Wajar bahwa apresiasi terhadap suatu barang selalu naik. Wajar bila 1 porsi bakso abang-abang yang 10 tahun lalu hanya 1000 rupiah sekarang harganya bisa 5000 rupiah (inflasi 500%!). Wajar bila es tong-tong (bukan makanan sehat :) yg 20 tahun lalu hanya 50 rupiah, sekarang harganya 1000 rupiah (inflasi 2000%!!!).

Wajarkah demikian? Jawabannya adalah tidak.

Inflasi bukan terjadi karena apresiasi masyarakat terhadap suatu barang itu naik. Harga bakso abang-abang naik, bukan karena masyarakat sekarang lebih menghargai si abang daripada masyarakat 10 tahun lalu. Ya, inflasi terjadi bukan karena itu. Inflasi terjadi karena nilai uang yang terus turun. Mengapa nilai uang begitu mudah dan terus turun? Karena pada dasarnya uang yang beredar sekarang adalah uang yang tidak ada nilainya!

Sesuatu yang tidak memiliki nilai, sesuatu yang dipaksakan memiliki nilai, tentu akan mudah sekali turun nilainya. Ya, nilai uang yang beredar sekarang adalah nilai yang dipaksakan. Dipaksakan oleh bank sentral. Dan kita menurut saja.

Uang fiat menunjuk pada semua uang yang tidak mempunyai nilai, tidak mempunyai back-up nilai. Dulu, kita mungkin belajar bahwa setiap uang yang dicetak mempunyai back-up emas. Tapi itu dulu, duluuuu sekali, sebelum Amerika memutuskan untuk tidak lagi menyokong dolarnya dengan emas (1971), setelah sebelumnya mencoba menjalan sistem penyokongan dengan emas (Breton Woods Agreement 1944). Uang sekarang adalah uang fiat, berupa lembaran-lembaran kertas atau kepingan logam yang tidak sepadan nilainya, atau bahkan hanya digit-digit dalam komputer bank. Yang terakhir adalah yang paling memberi pengaruh pada tingginya inflasi.

Kemudahan menciptakan uang fiat, telah membuat jumlah uang beredar mudah sekali naik (sektor finansial), dan berakibat barang dan jasa yang ada (sektor riil) perlu dihargai lebih dari sebelumnya. Sebenarnya tidak ada masalah jika jumlah barang dan jasa ikut naik sejalan dengan jumlah uang. Tapi sejarah membuktikan bahwa transaksi finansial yang didasari uang fiat selalu menggelembung, melewati pertumbuhan barang dan jasa. Penggelembungan sektor finansial yang terjadi, pada puncaknya akan menghancurkan nilai uang. Uang menjadi hampir tidak ada nilainya.

Tahukah anda berapa seorang anggota kongres Amerika Serikat membayar tip pelayan restoran di Jerman tahun 1923? 400 juta mark!! Ya, perang (dunia ke 1) telah dengan mudah menghancurkan nilai uang fiat Jerman. Dalam kurun waktu yang sama, seorang ibu rumah tangga di Jerman lebih memilih membakar uangnya untuk menyalakan penghangat daripada membeli kayu bakar (gambar 1). Begitu banyaknya lembaran uang yang diperlukan untuk membeli seikat kayu bakar, membuat membakar uangnya langsung menjadikan penghangat bekerja lebih lama daripada seikat kayu bakar. Seorang ibu yang lain menggunakan lembaran uang kertas untuk menyalakan kompornya (gambar 2). Adapun pasca PD II, tepatnya tahun 1946, nilai uang di Hungaria begitu kecil sehingga dengan mudahnya dibuang di jalan-jalan, dan tukang sapu pun tidak berminat (gambar 3).

Contoh yang lebih dekat dengan Indonesia adalah peristiwa Sanering I tahun 1959, ketika 1000 rupiah dipaksa menjadi 100 rupiah dan Sanering II tahun 1965 ketika uang 1000 rupiah diturunkan menjadi 1 rupiah. Jepang juga mengalami kelesuan ekonomi di tahun 90-an akibat penggelembungan uang fiat (sektor finansial) di tahun 80-an. Selain itu, Asia Tenggara secara umum juga menjadi korban atas permainan uang fiat tahun 1998, karena sesuatu yg tidak bernilai memang mudah dipermainkan. Dan, yang paling segar di ingatan kita adalah kehancuran ekonomi Amerika yang pada dasarnya juga merupakan efek dari menggelembungnya uang fiat (sektor finansial).

Mari sedikit melihat lebih dalam kasus kehancuran ekonomi Amerika. Kita tentu tahu bahwa salah satu perusahaan yang gulung tikar adalah Lehman Brothers. Ya, perusahaan yang menempati level AAA (level tertinggi dalam dunia finansial), perusahaan yang telah berumur lebih dari 100 tahun (didirikan 1850), dan perusahaan yang tetap tegar ketika dunia sedang dalam peperangan (PD I dan II), serta perusahaan yang tentu saja  dengan keelitannya berisi orang-orang yang sangat brilian dalam hal finansial, manajemen resiko, dll. Namun tetap, mereka bangkrut. Tidakkah hal itu membuat kita bepikir bahwa ada yang salah pada sistem keuangan yang dipakai di dunia sekarang? Ya, memang ada yang salah. Salah satunya adalah uang fiat.

Kalau ada yang menjawab pertanyaan terakhir di artikel ini dengan kata-kata , "Tidak, itu hanya kehendak Allah", maka dunia ini tidak memiliki masalah sama sekali, karena semuanya memang "hanya" kehendakNya :)


Wallahu a`lam
 







Bahan bacaan:

1. "The Future of Money", Bernard Lietaer (2001), Century.
2. "Islamic Gold Dinar", Ahamad Kameel Mydin Meera (2002), Pelanduk Publications.
3. "Theft of Nations", Ahamad Kameel Mydin Meera (2004), Pelanduk Publications.ations.

2 comments: