Thursday 28 January 2010

Kuliah Informal Ekonomi Islam Online - FORMMIT dan ISEFID

Bismillahirrahmanir rahim

Berbagai krisis ekonomi yang pernah mengguncang dunia, ditengarahi sebagai salah satu salah satu kelemahan sistem ekonomi yang berlaku saat ini yang cenderung bersifat kapitalistik. Hal ini memunculkan wacana perlunya sistem ekonomi alternatif. Salah satunya adalah sistem ekonomi islam yang dari waktu ke waktu semakin diperhatikan, diperhitungkan dan diyakini mampu menghadirkan tatanan perekonomian yang lebih baik.

Dalam rangka lebih mengenalkan ekonomi islam ini, Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan (FORMMIT) bekerjasama dengan Islamic Economic Forum for Indonesia Development (ISEFID) -International Islamic University Malaysia, menyelenggarakan acara “Kuliah Informal Ekonomi Islam Online�.

Kegiatan ini berupa penyampaian materi melalui Radio online dan juga diskusi.


Materi :

1. Pemikiran Ekonomi Islam, oleh : Irfan Syauqi Beik (kandidat Doktor, IIUM)

2. Dasar-Dasar Fiqih Muamalah, oleh : Muhammad Arief Budiman (kandidat Doktor,
IIUM)

3. Praktik Perbankan dan Keuangan Syariah, oleh : Muhammad Abduh (Direktur Utama
ISEFID 2007-2009; kandidat Doktor, IIUM)

4. Pasar Modal Syariah, oleh : Rahmat Heru (Direktur Utama ISEFID 2009-2011)



Jadwal:

Pertemuan 1 : Sabtu, 30 Januari 2010

Pertemuan 2 : Sabtu, 27 Februari 2010

Pertemuan 3 : Sabtu, 27 Maret 2010

Pertemuan 4 : Sabtu, 24 April 2010



Tiap pertemuan dijadwalkan pukul 20.00 - 22.00 WIB ( 21.00 - 23.00 Waktu
Taiwan)



Pastikan Anda tidak melewatkan acara ini. silakan bergabung melalui :

Yahoo Messanger : dj_formmit@yahoo. com

Radio FORMMIT : http://140.118.205.10:8000/listen.pls


------------ --------- --------- --------- --------- --
Syaikhul_Muqorrobin @KL  
Dept. Research and Development ISEFID

Monday 25 January 2010

Harta Waris Wanita Setengah dari Pria, Adilkah?

Sekali lagi, penjelasan yang mencerahkan dari al-Ustadz Ahmad Sarwat hafizhohullah...
Terutama argumentasi kedua yang beliau utarakan sangat membuka mata... Subhanallah.

Selamat menyantap :)

-----------------------------------------------------------------------------

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mohon dipahami bahwa tata cara pembagian harta warisan tidak menggunakan semata-mata pertimbangan sebuah filosofi, juga tidak menggunakan semata-mata pertimbangan adil atau tidak adil dalam kacamata subjektif.

Sebab dalam hukum syariah, yang namanya argumentasi sebuah filosofi akan berhenti saat ada nash yang jelas dari Quran atau Sunnah. Kalau Quran dan Sunnah sudah bilang A, maka pertimbangan filosofi harus ikut apa kata keduanya.

Demikian juga dengan pertimbangan rasa adil dan tidak adil, yang menentukan keadilan itu bukan kita sebagai hamba, melainkan Allah SWT. Keadilan versi manusia sangat nisbi. Sesuatu yang dikatakan adil oleh Soekarno akan menjadi sangat tidak adil di mata seorang Soeharto. Dan keadilan versi Soeharto adalah kediktatoran dalam pandangan anak keturunan PKI. Sebaliknya, keadilan versi PKI tidak lain hanyalah jargon kosong dan tipu muslilhat saja di mata para ulama. Dan begitulah kenisbian sebuah keadilan.

Jadi apa yang dibilang adil itu masih menyisakan sebuah pertanyaan, keadilan itu menurut siapa?

Syariah Islam Tidak Didasari Filosofi Buatan Manusia

Seandainya syariat Islam semata-mata diserahkan kepada pertimbangan fillosfi manusia semata, sementara sebuah filosofi itu lahir dari sebuah nalar pemikiran manusia, maka tentu syariat Islam ini tidak akan ada bedanya dengan agama yang sudah punah duluan.

Bila hal itu dipaksakan, maka kejadiannya akan persis dengan agama yang dibawa oleh nabi Isa 'alaihissalam. Dahulu agama nasrani dibawa oleh nabi Isa sesuai dengan aslinya. Namun beberapa saat kemudian, logika dan akal manusia lebih mendominasi, akibatnya wahyu menjadi kalah.

Dan jadilah agama itu seperti sekarang ini, siapa saja bisa datang dengan filosofi buatannya, lalu dengan seenaknya dia mengganti wahyu dari langit dengan hasil buatan akalnya sendiri sambil mengklaim bahwa filosofi buatannya itu adalah agama.

Maka Maha Benarlah Allah SWT ketika berfirman:

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan, "Ia dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.(QS. Ali Imran: 78)

Padahal Allah SWT sama sekali tidak mengajarkan apa yang dikatakan sebagai filosofi itu, apalagi membenarkannya. Dan kesimpulannya, esensi perbedaan agama Islam dengan agama nasrani terletak pada titik ini.

Syariat Islam Menjaga Keaslian Aturan Dari Langit

Karena masih menjaga keaslian wahyu dari langit itulah, makanya agama Islam masih bertahan dengan keasliannya hingga sekarang.

Dan sepanjang sejarah, para ulama tidak akan pernah mau mengotak-atik syariah Islam, selama ada nash baik Quran maupun Sunnah yang secara tegas dan jelas telah menetapkan sesuatu.

Logika dan nalar hanya dipakai bila memang nyata terjadi ketiadaan nash-nash itu. Itu pun sebagian ulama masih lebih rela menggunakan hadits yang dhaif dari pada semata-mata hasil logika.

Kalau pun ada peran akal di dalam memahami sebuah hukum dari suatu masalah, bukan berarti semua diserahkan kepada akal. Akal hanya bersifat sebagai media saja, tetapi yang memegang peranan tetap nash samawi. Jadi selama masih ada nash, tak seorang pun ulama yang berani melawan nash itu. Karena sama saja dengan menentangAllah SWT dan hukum-Nya.

Beda dengan yahudi dan nasrani, para rahib dan pemikir mereka sudah merasa lebih berhak untuk mengubah aturan dari Allah SWT, sehingga mereka merasa sudah seharusnya merevisi apa yang telah Allah SWT tetapkan dalam Taurat dan Injil. Sikap yang demikian tentu tidak disenangi Allahitu, maka Allah SWT telah menjuluki umat kristiani dan yahudi sebagai penyembah rahib dan pendeta.

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Tabah: 31)

Ketentuan Hukum Waris Diatur Langsung Dari Langit

Sebagai umat yang masih punya warisan kitab suci mulia, kita serahkan saja ketentuan pembagian warisan semata-mata kepada kitabullah. Semua urusan bagaimana membagi waris, mulai dari siapa saja yang dapat warisan sampai berapa besar hak masing-masing sudah Allah atur, mengapa pula kita masih harus perlu mengubahnya?

Kalau semua telah ditetapkan langsung dari atas langit, jangankan kita sebagai manusia biasa, bahkan seorang Muhammad Rasulullah SAW sekalipun tidak punya hak untuk mengotak-atiknya.

Ayat-ayat tentang pembagian warisan itu sudah sangat jelas, terang dan tegas, sejelas sinar matahari di siang hari bolong yang terik tanpa awan. Karena ketegasannya itu, tak satu pun ulama yang berani-berani mengubahnya.

Selama 14 abad telah berjalan, dan semua aman-aman saja, tidak ada satu pun ulama yang berani mengubahnya, sampai datang orang-orang kurang mengerti hukum Islamdan terpengaruh oleh bisikan para orientalis Barat yang niatnya memang jahat. Kemudian para korban ini mulai ikut-ikutan mencoba-coba mengubah hukum waris yang datang dari Allah SWT. Sungguh sayang sekali. Jauh-jauh sekolah ke Amerika dan Eropa, eh ternyata pulang-pulang jadi antek yahudi laknatullah.

Sungguh sangat disayangkan kalau dari kalangan umat sendiri sampai harus ada orang yang tega-teganya menuduh bahwa hukum waris ituhanya buatan para ulama. Tentu saja tuduhan itu keliru, sebab pembagian warisan memang disebutkan dengan tegas di dalam Al-Quran.

Bahkan ada tokoh yang masih mengaku muslim, tapi dia menuduh bahwa hukum waris itu mengalami bias jender. Karena selalu memenangkan laki-laki dan tidak membela hak-hak perempuan. Lagi-lagi ini pun sebuah serangan aneh yang tidak pada tempatnya. Sebab yang suka melecehkan wanita justru orang Barat, tapi kesalahan mereka malah ditudingkan kepada hukum Islam.

Tentu hati kita akan terasa ngilu rasanya kalau sampai ada yang bilang bahwa hukum waris itu tidak adil. Semata-mata alasannya, menurut mereka, karena zaman sudah berubah, sehingga hukum waris pun harus disesuaikan dengan zaman. La haula wala quwwata illa billah.

Kalau pertimbangannya hanya sekedar perubahan zaman, apakah sekarang ini kita perlu menyesuaikan waktu shalat lima waktu? Karena ternyata jam kerja kita yang terlalu padat, sehingga shalat Ashar, Maghrib dan Isya' digeser saja menjadi menjelang tidur. Sementara shalat Shubuh dan Dzhuhur disatukan di pagi hari, tapi bukan saat fajar terbit, yah agak siangan lah sedikit. Sebab kalau terlalu pagi kan belum bangun.

Kalau memang begitu, kenapa tidak diusulkan sekalian saja agarkita shalat sebulan sekali saja, biar digabung jadi satu, 17 rakaat kali 30 = 510 rakaat, dari pada repot-repot tiap hari tunggang-tungging sujud 17 kali? Kan lebih praktis dan ekonomis? Juga sesuai dengan tuntutan zaman, bukan?

Atau kenapa tidak diusulkan agar gerakan shalat itu dilakukan sepraktis mungkin, misalnya cukup dengan manggut-manggut saja atau merem melek saja, sebanyak jumlah rakaat? Tidak perlu wudhu', berdiri, menghadap kiblat, atau masuk waktu. Bukankah itu sesuai dengan perubahan zaman yang diinginkan?

Mungkin kalangan orientalis suatu ketika akan sampai kepada bab itu. Sementara hari ini mereka masih sekedar iseng bikin tuduhan keji kepada hukum waris, dengan mencoba mengotak-atik urusan jender, dan menuduh bahwa hukum waris tidak adil, karena hanya memberi wanita separuh bagian laki-laki.

Sementara ayat-ayat Al-Quran tentang bagian anak laki-laki dua kali lipat dari bagian anak perempuan masih kita baca setiap hari, dan juga masih dibaca oleh semilyar lebih umat Islam.

Allah mensyari'atkan bagimu tentang anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan (QS. An-Nisa': 11)

Pantaslah kalau Rasulullah SAW secara khusus mewanti-wanti kepada ummatnya untuk mempelajari hukum waris versi langit ini secara khusus. Ternyata, di balik perintah secara khusus ini, memang ada orang-orang yang ingin merobohkan agama Islam, dan semua itu dimulai dari merobohkan ilmu waris dan hukumnya.

“Pelajarilah faraidh dan ajarkanlah, sebab ia adalah separuh ilmu dan ia akan dilupakan. Dan ia adalah sesuatu yang pertama kali tercabut dari umatku”(HR Ibnu Majah dan Daruquthni. Suyuthi memberi tanda shahih)

Menjawab Tuduhan Ketidak-adilan Hukum Waris

Untuk menjawab bahwa ilmu waris ini tidak adil, karena anak perempuan hanya diberi setengah dari bagian anak laki-laki, kita bisa menjawabnya setidaknya dengan dua argumentasi:

1. Argumentasi Pertama

Pembagian harta seorang yang meninggal di dalam agama Islam bukan semata-mata menggunakan hukum waris. Tapi juga dikenal hibah, wasiat dan yang lainnya.

Dalam suatu kasus misalnya seorang Ayah yang punya dua anak, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Kalau hanya menggunakan hukum waris, memang anaknya yang perempuan itu hanya akan menerima setengah dari apa yang akan diterima oleh saudara laki-lakinya.

Tapi karena ada hibah, maka sejak masih hayat di kandung badan, sang Ayah boleh saja sudah memberi terlebih dahulu sebagian hartanya kepada puteri tercintanya. Dan hal itu sah-sah saja untuk dilakukan. Namanya saja hibah, terserah yang mau memberi.

Jadi ujung-ujungnya, tetap saja anak perempuan mendapat harta yang jumlahnya sama dengan saudara laki-lakinya.

Selain itu, kalau setelah pembagian warisan, saudara laki-lakinya kemudian memberikan sebagian haknya dari warisan Ayahnya kepada saudari perempuannya, maka hal itu pun sah juga. Dan ujung-ujungnya mereka berdua bisa mendapat harta yang sama besar.

2. Argumentasi Kedua

Wanita dalam hukum waris tidak selamanya mendapat setengah dari laki-laki. Ternyata kasusnya hanya dalam pembagian antara anak laki-laki dan anak perempuan saja. Namun secara umum, seringkali kali terjadi malah seorang wanita mendapat warisan lebih banyak dari yang didapat oleh seorang laki-laki. Coba saja perhatikan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan hal itu

“Allah mensyaratkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan. (QS. An-Nisa': 11)

Dalam ayat ini Allah tidak menyebutkan bagian perempuan, tetapi bagian untuk anak perempuan. Jadi perempuan mendapat setengah dari laki-laki dikhususkan pada kondisi anak-anak saja, bukan pada seluruh ahli waris.

Tuduhan mereka sebenarnya agak salah alamat. Yang benar bahwa perempuan mewarisi sama dengan laki-laki, bahkan seringkali malah mendapat lebih banyak dari laki-laki.

Kalau kita telusuri lebih jauh, ternyata begitu banyak keadaan atau kondisi di mana seorang perempuan dapat warisan, sedangkan laki-laki malah tidak mendapat warisan. Kalau dibilang hukum waris tidak adil kepada perempuan, berarti penuduhnya terlalu awam tentang hukum waris. Barangkali karena sekedar copy paste dari situs liberal di internet, jadi kita bisa maklum.

Dan jumlah kasus di mana seorang wanita dapat warisan dan laki-laki tidak dapat warisan kalau dihitung jumlahnya akan lebih dari tiga puluh keadaan. Subhanallah.

Sedangkan tuduhan mereka bahwa perempuan hanya mewarisi separuh dari waris laki-laki, ternyata hanya ada dalam empat keadaan saja, tidak lebih.

Jadi argumentasi para penentang hukum waris ini sebenarnya sangat lemah, sayangnya mereka punya rasa percaya diri yang berlebihan. Sementara kita sebagai pembela hukum waris, sayangnya juga kurang memahaminya. Sehingga terkadang kita pun kebingungan menghadapi argumentasi mereka yang sebenarnya terlalu lemah.

Jadi kesimpulannya?

Kesimpulannya adalah belajar hukum waris itu wajib, perlu, musti, kudu dan harus. Titik.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc

------------------------------------------------------------------

sumber : warnaislam.com


Tuesday 19 January 2010

Asuransi Lebih Haram daripada Bank

Ketika berbicara keuangan syariah, sebagian kita cenderung untuk berpikir tentang perbankan syariah. Ketika berbicara tentang menghindari riba, sebagian kita cenderung merasa cukup hanya dengan tidak menabung di bank konvensional, atau tidak memakan bunga dari bank konvensional. Sebagian kita cenderung lupa pada bagian sistem keuangan yang lain, yaitu asuransi. Padahal asuransi konvensional jauh lebih haram daripada bank konvensional. Jika bank konvensional fokus hanya pada praktik riba, maka asuransi konvensional mengandung semua prinsip haram yang utama dalam syariat muamalah; riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir(judi).

Riba terkandung dalam transaksi asuransi konvensional terjadi ketika seorang klien asuransi mendapat klaim di atas jumlah premium yang telah dibayarkan. Setiap bulan hanya bayar premium 100ribu, tapi ketika sakit setahun kemudian, pihak asuransi menanggung beban 10 juta misalnya. Jelas bahwa, 8.8 juta (10-(100rb x 12)) yg kita pakai dalam pengobatan merupakan riba (tambahan nilai tanpa usaha sepadan).

Asuransi konvensional juga mengandung gharar karena jenis klaim yang akan ditanggung tidak pasti bentuknya. Misalnya asuransi kecelakaan. Kecelakaan yang akan terjadi pada pihak klien di masa yang akan datang tidak dapat dipastikan detailnya. Selain itu gharar juga terdapat pada harga klaim yang tidak bisa dipastikan. Jenis klaim di masa yang akan datang yang tidak dapat dipastikan, berakibat pada tidak dapat dipastikannya harga yang akan dibayar perusahaan asuransi kepada klien.

Asuransi konvensional juga memiliki unsur maysir karena keuntungan masing-masing pihak baik perusahaan maupun klien terjadi atas permainan probabilitas di mana keuntungan pihak perusahaan didapat dari probabilitas tidak terjadinya klaim dari klien, yang mana berakibat klien menderita kerugian karena telah membayar premium, dan sebaliknya.

Jadi jelas bahwa asuransi konvensional lebih haram daripada bank konvensional. Sebagian kita mungkin kurang memperhatikan hal ini karena kita cenderung lebih familiar dengan bank, daripada asuransi. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, asuransi mulai menjadi hal yang lumrah. Oleh karena itu, hendaklah kita memperhatikannya dengan seksama, sehingga tidak menjadi orang yang pro islam dan ekonomi islam, tapi masih bernikmat-nikmat dengan asuransi konvensional.

Sejenak mari lupakan ancaman bagi pelaku gharar dan maysir, cukuplah kita renungkan janji Allah terhadap pemakan riba. Bukankah Allah telah menjanjikan neraka bagi mereka?

”Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS : 2/275).

Ya, neraka, tidak cukupkah ia sebagai pengancam? Atau kita masih memerlukan perkataan ini?

الربا اثنان وسبعون بابا، أدناها مثل إتيان الرجل أمه. رواه الطبراني وغيره، وصححه الألباني.

"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri."
(Riwayat At Thobrany dan lainnya serta dishahihkan oleh Al Albany).

Subhanallah, tidakkah riba begitu menjijikkan? Setelah mengetahui betapa menjijikkannya riba, apakah kita masih betah bernikmat-nikmat menggunakan asuransi konvensional? Atau kita ingin menganggap diri kita orang yang terpaksa?

Jika kita termasuk orang-orang yang merasa benar-benar terpaksa, maka berpikir keraslah, lakukan analisis terbaik, dan siapkanlah jawaban yang super bagus, agar dalam wawancara di akhirat nanti Allah juga meenganggap kita benar-benar terpaksa.

Wallahul-musta'an


-----------------------------
Artikel Terkait:
http://muqorrobin.multiply.com/journal/item/231/SBFI_7_Takaful
-----------------------------

Friday 1 January 2010

Tembok Haram di Perbatasan Gaza

dakwatuna.com – Kairo, Ulama Al-Azhar mengecam keras keputusan pemerintah Mesir membangun tembok baja di perbatasannya dengan Jalur Gaza. Menurut mereka, tindakan itu haram menurut syariat, hukum dan kemanusiaan sebab ia bertujuan memblokade saudara sendiri di Jalur Gaza, menutup  pintu masuk dan cela bagi warga untuk menekan, menghinakan agar tunduk kepada agenda Israel – Amerika dan melindungi Israel.

Dalam salinan keterangan yang berisi tandatangan mereka yang diterima oleh Infopalestina Kamis hari ini (31/12) mereka meminta negara-negara Arab dan Islam untuk segera menggelar konferensi Islam Arab untuk mengambil sikap tegas terhadap pembangunan tembok baja dan menentukan rencana integral secara dimensi politik, ekonomi, media dan militer untuk membebaskan Jalur Gaza dari blokade.

Ulama Al-Azhar meminta kepada pemerintah Mesir agar menghentikan pembangunan tembok baja itu dan meminta maaf secara resmi kepada rakyat Gaza, menghentikan dan melarang ekspor minyak ke Israel, menganulir kesepakatan perdamaian yang tidak fair, dan menghentikan segala bentuk normalisasi dengan Israel.

Dalam keterangannya, ulama Al-Azhar menyerukan pentingnya mendukung jihad dan perlawanan Palestina dalam menghadapi Israel baik secara materi, spirit, dan media serta menguatkan hubungan dengan mereka, dan menfasilitasi hubungan resmi pemerintah dan rakyat untuk membuka perlintasan Jalur Gaza sebagai paru-paru satu-satunya bagi warga Palestina.

Para ulama itu juga menegaskan bahwa tindakan Mesir dan rakyatnya menjaga rakyat Palestina di Jalur Gaza sama halnya dengan menjaga keamanan nasional Mesir dan kedaulatannya, bukti keterikatan kuat antara umat dalam menghadapi musuh Israel. Mereka juga meminta kepada Mesir untuk mengingat firman Allah (yang maknanya) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara” juga sabda Rasulullah, “Orang muslim itu saudara muslim lainnya yang tidak menzaliminya, tidak membiarkannya dizalimi, tidak menghinakannya,” “Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang terzalimi”

Mereka yang menandatangani pernyataan di antaranya sebagai berikut; Syekh Muhammad Abullah Al-Khatib, (ulama Al-Azhar), Syekh Dr. Abdur Rahman Al-Barr, anggota biro penasehar Jamaah Ikhwanul Muslimin dan guru besar hadits di Universitas Al-Azhar, dan puluhan ulama lainnya yang merupakan guru besar di Universitas Al-Azhar. (bn-bsyrip)

------------------------------------------

Infaq Palestina :

KNRP : BSM (Bank Syariah Mandiri)
Cabang Kelapa Gading, Rekening No. : 18.000.222.10 an. Komnas untuk Rakyat Palestina


KISPA : Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Slipi
No. 311.01856.22 an. Nurdin QQ Kispa

-----------------------------------------

Artikel terkait :
Bagaimana perusahaan-perusahaan tersebut mendukung Zionis

Fatwa asy-Syaikh al-Albani tentang boikot