Wednesday 31 March 2010

Filter Rokok Mengandung Babi?

Nah lho...
yg di Yunani dah ketahuan tuh.. gimana dg yg indonesia?
yang pasti, rokok indonesia g ada logo halalnya, jadi sangat mungkin mengandung barang haram :D


selengkapnya : republika online
---------------------------------

SYDNEY--Seorang profesor di Australia memperingatkan kelompok agama tertentu terkait dugaan adanya kandungan sel darah babi pada filter rokok. Profesor Simon Chapman menyatakan, peneliti dari Belanda mengungkap, 185 produsen rokok di negara itu menggunakan hemoglobin babi sebagai bahan pembuat filter rokok.

...
....
......

Sebelumnya, hasil riset menemukan kandungan hemoglobin babi yang digunakan sebagai filter untuk memblok racun kima sebelum masuk ke dalam paru-paru perokok. Dia mengatakan sejumlah perusahaan rokok mungkin secara sukarela menampilkan kandungan rokok. Selain itu, mereka juga mencatatkan adanya proses kimiawi didalamnya secara terbuka.

Wednesday 24 March 2010

Earth-Touch.com, kumpulan film ttg alam HQ

http://www.earth-touch.com
Secara di rumah saya g ada TV, situs2 begini sangat membantu dalam proses pendidikan anak di rumah...
Free download and high quality (big file ^^;)

Tuh situs dapet duit darimana yah?

Muhammadiyah: Waktu Shubuh Sudah Benar

Walhamdulillah, menguatkan postingan yg duluuuu :)

Walhamdulillah, kutipan terakhir merupakan nasihat yg sangat baik. Jadi klo berbeda, jangan keburu nuduh orang lainlah yg salah, sholat ga sah, dsb...

wallahul-musta'an


------sumber: republikaonline----------------

...
.....
......

Menurut pandangan Majelis Tarjih Muhammadiyah, ujar Fatah, waktu shalat subuh sudah benar yakni ketika posisi matahari berada 20 derajat di bawah ufuk. “Namun kalau masalah jam berapa shalat subuhnya dilaksanakan pada minggu-minggu ini, saya tidak bisa menyebutkan tepat jamnya. Sebab waktu shalat subuh itu, bisa berubah dari waktu ke waktu, yang jelas asalkan posisi matahari berada 20 derajat di bawah ufuk. Jadi, Muhammadiyah tidak ada kontradiksi dengan pemerintah dalam menentukan waktu shalat subuh, bahkan kami semakin mengukuhkan bahwa waktu shalat subuh sudah benar sehingga tidak ada yang perlu dirisaukan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Rohadi Abdul Fatah mengatakan, waktu shalat subuh yang ditentukan pemerintah sudah benar sehingga masyarakat tidak perlu merasa resah. “Dalam menentukan shalat subuh Departemen Agama mengacu pada ketentuan yang sudah disampaikan oleh Badan Hisab Rukyat Indonesia. Badan tersebut terdiri dari anggota Muhammadiyah, NU, Persis, juga para pakar ilmu falak dan astronomi. Dengan demikian kualitas perhitungan mereka tidak perlu diragukan. Sebab mereka sudah melakukan perhitungan waktu shalat dengan sebaik-baiknya,” katanya.

....
.....
.......

Jika ada pihak-pihak yang mempunyai padangan berbeda dalam penentuan waktu shalat subuh, kata Rohadi, itu adalah hal biasa karena perbedaan pandangan itu wajar. “Namun yang terpenting, pemerintah selalu mengupayakan yang terbaik bagi masyarakatnya, termasuk dalam perhitungan waktu shalat,” katanya.

Tuesday 23 March 2010

Qubah as-Sakhrah adalah al-Aqsha, juga bagian lainnya...

Sekedar informasi dan meluruskan postingan di blog saya yang duluuuu... :)

--------http://www.dakwatuna.com/2010/apa-yang-dimaksud-masjid-al-aqsha/-------


Al-Aqsha Dalam Bahaya

Oleh Syeikh Raid Shalah, Ketua Harakah Islam di wilayah Palestina 48


dakwatuna.com – Saya menemukan ketidakpahaman dan ketidaktahuan pada sebagian (besar) umat Islam tentang apa yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak? berapa luasnya? dan bangunan apa saja yang ada di dalamnya?


Ketidaktahuan Umat tentang hal ini sudah barang tentu merupakan sebuah fenomena yang menyedihkan. Dari banyak perjalanan yang saya lalui, apakah selama menunaikan ibadah Haji, atau keikutsertaan saya dalam konferensi-konferensi Islam, dan interaksi dengan berbagai elemen Umat baik di musim Haji maupun Umrah, saya punya kesimpulan bahwa kaum Muslimin masih memiliki pemahaman yang salah tentang Masjid Al-Aqsha. Sebagian mereka menyangka bahwa Qubah As-Shakhrah (Dome of The Rock atau masjid berkubah kuning emas) adalah Al-Aqsha. Sebagian lagi mengira, bahwa Mushalla Al-Marwani adalah bangunan tersendiri, bukan merupakan bagian dan tidak ada kaitanya sama sekali dengan Al-Aqsha Al-Mubarak. Sebagian lagi bahkan kebingungan ketika mendengar istilah “Al-Aqsha Al-Mubarak” dan istilah “Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha kuno). Karenanya saya pikir adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk mengangkat dan menjelaskan permasalahan ini. Karena tidak bisa dianggap wajar jika seorang muslim atau seorang arab ketika dia tidak mengetahu yang mana Al-Aqsha, karena ketidaktahuan terhadap hakikat Masjid Al-Aqsha yang sesungguhnya adalah awal yang memilukan bagi hilangnya Al-Aqsha Al-Mubarak.


Sebaliknya, mengetahui dan memahami dengan baik (hakikat Masjid Al-Aqsha) merupakan prasyarat mutlak demi terwujudnya kesucian, kemuliaan dan kemerdekaan Al-Aqsha Al-Mubarak, meski orang-orang kafir pasti tidak menyukainya. Karena itu, saya bertanya kepada diri saya pribadi dan kepada Kaum Muslimin, “Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan Al-Aqsha Al-Mubarak itu?”

Mujiruddin Al-Hanbali (seorang Alim yang lahir di kota Al-Quds dan merupakan keturunan dari Abdullah bin Umar bin Khathab*) dalam kitabnya An-Anas Al-Jalil (sebuah buku yang secara panjang lebar menerangkan tentang sejarah Baitul Maqdis sejak didirikannya hingga tahun 900 H/1494 M dan merupakan referensi paling lengkap tentang kehidupan ilmiah pada masa Dinasti Ayub dan Raja-raja Mamluk. **Dia katakan: “ Yang populer di kalangan masyarakat bahwa Al-Aqsha dalam konteks kiblat yaitu keseluruhan bangunan di tengah-tengah Masjid yang di dalamnya terdapat mimbar dan mihrab besar. Padahal sesungguhnya yang dimaksud Al-Aqsha adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang dibatasi oleh dinding pembatas. Maka bangunan yang terdapat di dalam masjid dan bangunan-bangunan lainnya, seperti Qubbah As-Shakhrah (Dome of The Rock), ruwaq-ruwaq (mihrab-mihrab masjid) dan bangunan-bangunan baru lainnya adalah bangunan-bangunan baru. Dan yang dimaksud dengan Al-Aqsha adalah komplek yang dibatasi oleh dinding pembatas.” Ad-Dubbagh dalam bukunya Al-Quds mengatakan, “ Al-Haram Al-Qadasi (wilayah haram yang suci) terdiri dari dua bangunan masjid; pertama, Masjid Ash-Shakhrah (atau Qubbah Ash-Shakhrah) dan Masjid Al-Aqsha, serta bangunan-bangunan apa saja yang ada disekitarnya, hingga dinding pembatas sekalipun.”


Dengan dasar ini, jelaslah bagi kita bahwa semua kawasan yang ada di dalam batas dinding Al-Aqsha Al-Mubarak adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Bahkan dindingnya itu sendiri merupakan bagian dari Al-Aqsha. Dalam artian, dinding dan semua pintu gerbang yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha yang diberkahi.

Sebagai contoh, Dinding sebelah Barat adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha, begitu pula dengan Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Dinding Barat tersebut adalah juga bagian tak terpisahkan dari masjid Al-Aqsha. Dan Ribath Al-Kurd yang juga bagian dari Dinding Barat, merupakan bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Demikian pula dengan semua pintu masuk yang ada di Dinding Barat tersebut seperti Pintu Barat (Bab Al-Magharibah), juga semua bangunan yang ada di Dinding Barat seperti madrasah At-Tankaziyah, semuanya bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak.


Saya, yakin mayoritas Umat Islam belum mengetahui tentang hakikat ini. Dan adalah kewajiban bagi mereka untuk mengetahuinya. Maka bagi yang telah mengetahui hakikat-hakikat ini akan memahami betul bahwa telah terjadi pelanggaran yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak hingga saat ini. Seperti, Perombakan dan pengalihfungsian Tembok Al-Buraq yang merupakan bagian dari Al-Aqsha yang sekarang ini terkenal dengan sebutan “Benteng Ratapan” (sebagai bentuk penyesatan makna) adalah salah satu bentuk penistaan yang nyata dan terus-menerus terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Juga penutupan Pintu Barat (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) yang dilakukan Israel hingga saat ini. Serta pengalihfungsian Madrasah At-Tankaziyah (yang merupakan bagian dari Al-Aqsha) menjadi barak militer Israel hingga saat ini. Semua itu merupakan bentuk-bentuk pelanggaran yang nyata dan berkesinambungan terhadap Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Saya ulangi-ulangi sebagai penegasan, dan siapa saja di antara yang masih tidak paham tentang hal ini, sungguh keterlaluan.


Orang yang mengetahui hakikat Al-Aqsha Al-Mubarak maka secara otomatis akan mengetahui apa bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan secara berkesinambungan dan apa saja penistaan-penistaan nyata yang dilakukan terhadap Al-Aqsha. Dan saya ingin katakan, “Bahwa Benteng Timur dan Benteng Utara serta Selatan yang mengelilingi Al-Aqsha Al-Mubarak dengan semua pintu dan bangunan yang ada padanya adalah bagian tak terpisahkan juga dari Al-Aqsha!! Sungguh tragis petaka yang menimpa Masjid Al-Aqsha hingga detik ini jika dilihat pemahaman yang mengantarkan kita kepada hakikat Al-Aqsha Al-Mubarak ini!! Saya juga ingin menegaskan lagi bahwa semua bangunan yang ada di komplek yang dikelilingi oleh tembok pembatas mirip segi empat ini adalah bagian tak terpisahkan juga dari Al-Aqsha Al-Mubarak!! Maka pelataran berpasir yang ditanami pohon Zaitun dan pepohonan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Tempat aliran air, kubah-kubah, tembok-tembok pembatas, gapura-gapura serta bangunan-bangunan lainnya adalah bagian tak terpisahkan dari Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak.


Saya ulangi lagi, bahwa yang mengetahui dan memahami hakikat inilah yang akan mengerti nestapa dan kegelisahan yang menyelimuti Al-Aqsha Al-Mubarak!! Salah satu bangunannya yang terletak di dalam dinding pembatas telah dialihfungsikan menjadi Pos Polisi Zionis hingga saat ini, dan ini bentuk penodaan nyata yang berkesinambungan terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Demikian pula dengan pelataran tanah yang terletak di antara dinding Al-Aqsha, sebagian orang Zionis, terutama, “Yisrael Hawkins” berupaya membangun Sinagog di atasnya, dan menyatakan secara terang-terangan tentang hal itu. Dan bahkan secara terang-terangan mengatakannya kepada saya tentang rencana ini. Maka saya katakan kepadanya, “ Kalau itu yang kalian rencanakan, maka, (sebenarnya) kalian sedang berusaha untuk menyulut terjadinya perang dunia ketiga karena wilayah ini adalah bagian dari Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak. Dan cukup dengan berpikir untuk membangun Sinagog di atasnya kalian telah melakukan penodaan yang nyata terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak!! Termasuk apa yang dilakukan Pemerintah Zionis dengan menutup pintu-pintu yang menjadi akses masuk ke pelataran ini dan bangunan-bangunan yang ada di dalamnya hingga saat ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak.


Kemudian ingin saya katakan lagi, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa As-Shakhrah Al-Musyarafah (Batu yang dimuliakan) adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Serta Masjid yang dibangun di tengah-tengah komplek Masjid Al-Aqsha Al-Mubarak dari arah Kiblat (yang oleh Umat Islam sering dipahami sebagai masjid Masjid Al-Aqsha (yang sesungguhnya), padahal bukan itu yang dimaksud Masjid Al-Aqsha (yang sesungguhnya), beserta bangunan-bangunan yang terdapat di bawah masjid ini yang kita sebut dengan istilah “ Al-Aqsha Al-Qadim” (Al-Aqsha Kuno) semuanya adalah bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha Al-Mubarak. Begitu pula dengan Mushalla Al-Marwani yang terletak di sebelah tenggara Al-Aqsha adalah juga bagian tak terpisahkan dari Al-Aqsha. Berdasarkan pemahaman ini, maka rencana jahat apapun untuk mengambil atau mengubah Al-Aqsha Al-Qadim dan Mushalla Al-Marwani adalah bentuk konspirasi keji terhadap Al-Aqsha Al-Mubarak. Dan kita bertahun-tahun tertipu, lalu dengan enteng berseloroh, “Demi terciptanya kedamaian, mengapa tidak kita serahkan saja Mushalla Al-Marwani atau Al-Aqsha Al-Qadim kepada orang-orang Yahudi?!”


Saya katakan: Bangkitlah wahai Kaum Muslimin dan bangsa Arab! Pemikiran seperti ini adalah bentuk pelanggaran keji terhadap Al-Aqsha. Benar! Luka begitu menganga, malam terasa panjang, kegelisahan begitu berat, kesabaran dan sumbangsih yang berkesinambungan. Maka keberanian adalah kesabaran sesaat. Dan keyakinanlah yang mengantarkan kita kepada kepemimpinan dalam beragama. Jika kita tahu apa yang telah dipersembahkan, niscaya dengan sangat mudah dan jelas mengetahui (apa yang bisa kita dapatkan), seperti yang dikatakan Ustadz Muhammad Hasan Syarab dalam bukunya “Baitul Maqdis dan Masjid Al-Aqsha”: “Masjid Al-Aqsha yang disebut dalam surat Al-Isra’ semuanya adalah Al-Haram Al-Qadasi. Tempat, dimana pahala shalat di sana dilipatgandakan. Di penjuru mana saja di komplek yang dikelilingi pagar tembok itu, apakah di ‘Masjid Al-Aqsha’, atau di Qubbah As-Shakhrah, atau di Musalla Al-Marwani atau bahkan di pelataran berpasir yang berada di dalam komplek yang dibatasi dinding tersebut. Setiap rakaat bernilai sama dengan 500 kali rakaat (dalam riwayat lain 1000 rakaat) shalat di masjid-masjid lainnya, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.


Maka kini saatnya, wahai kaum Muslimin dan bangsa Arab, untuk bangkit dari tidur panjangmu. Dan segera tersadar dari kelengahanmu. (hre/PIC/knrp/hdn)


Sunday 14 March 2010

Hadis Shahih: Yasin untuk Orang yang (akan) Meninggal

Hadis yang dimaksud adalah;

dari Ma’qil bin Yasar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اقْرَءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس

“Bacalah surat Yasin kepada orang yang (menjelang) wafat di antara kalian.”
(HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, dll)

Hadis ini didhaifkan oleh asy-Syaikh al-Albani (lihat Irwa’ul Ghalil dan lainnya). Namun Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab shahihnya, maka menurutnya ini shahih, sebagaimana ditegaskan pula oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (Bulughul Maram, Kitabul Janaiz, no. 437. Cet.1, Darul Kutub Al Islamiyah). Selain itu, di antara yang menguatkan hadis ini, dengan berbagai dalilnya, adalah al-Imam ash-Shan’ani, al-Imam asy-Syaukani dan lainnya.

Perbedaan dalam keshahihan hadis tersebut juga berakibat pada adanya perbedaan di kalangan ulama tentang pengamalannya. Namun kali ini, saya akan kutipkan di antara ulama yang membolehkan mengamalkannya.


Al-Imam An Nawawi Rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab:

يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ المُحْتَضَرِ سُورَةَ (يس) هَكَذَا قَالهُ أَصْحَابُنَا وَاسْتَحَبَّ بَعْضُ التَّابِعِينَ سُورَةَ الرَّعْدِ أَيْضًا.


         
“Disunahkan membacakan surat Yasin di sisi orang yang sedang menghadapi kematian. Demikian ini juga dikatakan oleh para sahabat kami (syafi’iyah), dan disukai  pula oleh sebagian tabi’in membaca surat Ar Ra’du.”
(Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/76. Dar ‘Alim Al Kitab)


Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, mengatakan dalam tafsirnya:

وكأن قراءتها عند الميت لتنزل الرحمة والبركة، وليسهل  عليه خروج الروح، والله أعلم.


“Dan, seakan membacanya di sisi mayit akan menurunkan rahmat dan berkah, dan memudahkan keluarnya ruh. Wallahu A’lam”
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/562. Dar An Nasyr wat Tauzi’)


Asy-Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan:

وقال الجمهور: يندب قراءة {يس} لحديث «اقرؤوا على موتاكم يس»  واستحسن بعض متأخري الحنفية والشافعية قراءة {الرعد} أيضا ً، لقولجابر: «إنها تهون عليه خروج روحه»

والحكمة من قراءة {يس} أن أحوال القيامة والبعث مذكورة فيها، فإذا قرئت عنده، تجدد له ذكر تلك الأحوال.

Jumhur ulama mengatakan: disunahkan membaca Yasin, lantaran hadits: Bacalah oleh kalian kepada orang yang menghadapi sakaratul maut, surat Yasin. Sebagian ulama muta’akhirin (belakangan) dari kalangan Hanafiah dan Syafi’iyah juga memandang baik membaca surat Ar Ra’du, dengan alasan perkataan Jabir: “Hal itu bisa meringankan ketika keluarnya ruh.”

Hikmah dibacakannya surat Yasin adalah bahwa peristiwa kiamat dan hari kebangkitan disebutkan di dalam srat tersebut. Maka, jika dibacakan di sisinya hal itu bisa memperbarui ingatannya terhadap peristiwa-peristiwa tersebut.
(Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/599. Maktabah Misykah)

Lebih jauh lagi, yang menarik adalah, mereka yang lebih setuju pada kedhaifan hadis tersebut, tetap berlapang dada terhadap yang mengamalkannya.

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah, fatwa beliau:

قراءة سورة (يس) عند الاحتضار جاءت في حديث معقل بن يسار أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « اقرءوا على موتاكم يس »   صححه جماعة وظنوا أن إسناده جيد، وأنه من رواية أبي عثمان النهدي عن معقل بن يسار , وضعفه آخرون , وقالوا: إن الراوي له ليس هو أبا عثمان النهدي، ولكنه شخص آخر مجهول، فالحديث المعروف فيه أنه ضعيف لجهالة أبي عثمان , فلا يستحب قراءتها على الموتى، والذي استحبها ظن أن الحديث صحيح فاستحبها , لكن قراءة القرآن عند المريض أمر طيب ولعل الله ينفعه بذلك , أما تخصيص سورة (يس) فالأصل أن الحديث ضعيف فتخصيصها ليس له وجه.

 

Membaca surat Yasin bagi orang yang sakaratul maut, telah ada hadits dari Ma’qil bin Yasar bahwa Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah Yasin atas orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian.” Hadits ini dishahihkan oleh jamaah ahli hadits, mereka menganggap sanadnya jayyid. Ini diriwayatkan oleh Abu Utsman AL Hindi dari Ma’qil bin Yasar, yang telah didhaifkan oleh yang lainnya. Mereka mengatakan: sesunggunya perawi ini bukanlah Abu Utsman Al Hindi tetapi orang lain yang majhul (tidak dikenal). Maka hadits ini telah dikenal adanya kelemahan lantaran kemajhulan Abu Utsman maka tidak disunahkan membacakannya atas orang yang mengalami sakaratul maut, dan bagi yang menshahihkan hadits ini maka membacanya adalah disunahkan. Tetapi membacanya bagi orang sakit adalah perkara baik yang semoga Allah memberikan manfaat dengannya. Ada pun mengkhususkan surat Yasin, maka pada dasarnya bahwa hadits ini dhaif, maka tidak ada jalan untuk mengkhususkannya.
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 13/94. Muhammad bin Sa’ad As Suwai’ir. Mawqi’ Ar Riasah Al ‘Ammah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta)

 
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah ditanya tentang apa hukumnya membaca surat Yasin untuk orang yang sedang menghadapi sakaratul maut beliau menjawab:

الفقهاء رحمهم الله استحبوا قراءة هذه السورة عند المحتضر وذكر بعض أهل العلم أنها مما يسهل خروج الروح واستحباب قراءتها عند المحتضر مبني على قول النبي، صلى الله عليه وسلم (اقرءوا على موتاكم ياسين)).

وهذا الحديث ضعَّفه بعض أهل العلم واحتج به بعضهم فإن قُرئت فأرجوا ألا يكون في ذلك بأس، وإن لم تُقرأ واقتُصر على التلقين،أي تلقين الميت ((لا إله إلا الله)) ليكون ذلك آخر كلامه من الدنيا فحسن.

“Para ahli fiqih –rahimahumullah- menyunnahkan membaca surat ini di sisi orang yang sedang menghadapi kematian. Sebagian ulama menyebutkan bahwa hal itu dapat memudahkan keluarnya ruh. Disunnahkannya ini didasari oleh sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Bacalah Yasin atas orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian.”

Hadits ini didhaifkan oleh sebagian ulama dan sebagian lain menjadikannya sebagai hujjah. Jika dibacakan, saya berharap hal itu tidak apa-apa, dan jika tidak dibacakan,  maka hendaknya ditalqinkan yaitu dengan membacakan Laa Ilaha Illallah agar itu menjadi akhir ucapannya di dunia, maka itu baik.”
(Fatawa Islamiyah, 2/105. Dikumpulkan oleh Muhammad bin Abdul Aziz Al Musnid)


Sebagaimana telah kita simak di atas, yang dimaksud “mautakum” dalam hadis yang dikutip di awal adalah orang yang sakaratul maut, bukan orang yang telah meninggal. Lalu apakah dengan demikian menjadi salah ketika bacaan Yasin (atau bacaan quran lainnya) diamalkan terhadap orang yang sudah meninggal?

Ternyata hal tersebut pun merupakan perbedaan di kalangan ulama. Berikut ini saya kutipkan mereka yang membolehkannya.


Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhuma

Beliau adalah seorang sahabat Nabi, ayahnya adalah  Amr bin Al ‘Ash, Gubernur Mesir pada masa Khalifah Umar. Dalam kitab Syarh Muntaha Al Iradat, disebutkan demikian:

وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .



Dari  Abdullah bin Amru, bahwa dia menganjurkan jika mayit dikuburkan hendaknya dibacakan pembuka  surat Al Baqarah, dan akhir surat Al Baqarah. Ini diriwayatkan oleh Imam Al Lalika’i. Hal ini dikuatkan oleh keumuman hadits: Bacalah Yasin kepada orang yang menghadapi sakaratul maut.
(al-Imam Al Bahuti, Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16. Mawqi’ Al Islam)


Al-Imam Ahmad bin Hambal dan al-Imam Ibnu Qudamah Rahimahumullah

Ini telah masyhur dari Imam Ahmad, bahwa beliau membolehkan membaca Al Quran untuk orang sudah meninggal. Al-Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Syarhul Kabir:

وقال أحمد ويقرءون عند الميت إذا حضر ليخفف عنه بالقرآن يقرأ (يس) وأمر بقراءة فاتحة الكتاب.

Berkata Ahmad: bahwa mereka membacakan Al Quran ( surat Yasin) pada sisi mayit untuk meringankannya, dan juga diperintahkan membaca surat Al Fatihah.
(al-Imam Ibnu Qudamah, Syarh Al Kabir, 2/305. Darul Kitab Al ‘Arabi). 

al-Imam Al Bahuti juga mengatakan:

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .


Imam Ahmad mengatakan, bahwa  semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16).

 
Al-Imam Asy Syaukani Rahimahullah

Dalam kitab Nailul Authar-nya, Ketika membahas tentang hadits dari Ibnu Abbas, tentang pertanyaan seorang laki-laki, bahwa ibunya sudah meninggal apakah sedekah yang dilakukannya membawa manfaat buat ibunya? Rasulullah menjawab: ya. (HR. Bukhari, At Tirmidzi, Abu Daud, dan An Nasa’i)

Dalam menjelaskan hadits ini, dia mengatakan:

وَقَدْ اُخْتُلِفَ فِي غَيْرِ الصَّدَقَةِ مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ هَلْ يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ ؟ فَذَهَبَتْ الْمُعْتَزِلَةُ إلَى أَنَّهُ لَا يَصِلُ إلَيْهِ شَيْءٌ وَاسْتَدَلُّوا بِعُمُومِ الْآيَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ الْكَنْزِ : إنَّ لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ صَلَاةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ مِنْ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ ، وَيَصِلُ ذَلِكَ إلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ انْتَهَى


Telah ada  perbedaan pendapat para ulama, apakah  ‘sampai atau tidak’ kepada mayit,  perihal amal kebaikan selain sedekah?   Golongan  mu’tazilah (rasionalis ekstrim) mengatakan, tidak sampai sedikit pun. Mereka beralasan dengan keumuman ayat (yakni An Najm: 39, pen).  Sementara, dalam Syarh Al Kanzi Ad  Daqaiq, disebutkan: bahwa manusia menjadikan amalnya sebagai pahala untuk orang selainnya, baik itu dari shalat, puasa, haji, sedekah, membaca Al Quran, dan semua amal kebaikan lainnya, mereka sampaikan hal itu kepada mayit, dan menurut Ahlus Sunnah hal itu bermanfaat bagi mayit tersebut. Selesai. (Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, 4/92. Maktabah Ad Da’wah Al Islamiyah)


Demikian sekilas uraian mengenai hal ini. Dikatakan sekilas karena telah diringkas dari pembahasan hadisnya yang panjang dan pendapat-pendapat ulama yang sangat banyak, baik dari yang mendukung maupun yang menolak.

Saya pribadi termasuk yang mendukung keshahihan hadis yang dikutip di awal, dan cenderung pada pendapat yang membolehkan (menganjurkan) mengamalkannya terhadap orang yang sakaratul maut, bukan yang telah wafat.

Sebagai penutup, saya cukupkan dengan perkataan ulama kontemporer, yang termasuk tidak setuju terhadap bacaan al-Quran untuk mayit, asy-Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim.

 أما أن نذهب إلى الميت، أو إلى القبر ونقرؤها فبعض العلماء يقول: كان بعض السلف يحب أن يقرأ عنده يس، وبعضهم يحب أن تقرأ عنده سورة الرعد، وبعضهم سورة البقرة، كل ذلك من أقوال السلف ومن أفعالهم، فلا ينبغي الإنكار في ذلك إلى حد الخصومة، ولو أن إنساناً عرض وجهة نظره واكتفى بذلك فقد أدى ما عليه، لكن أن تؤدي إلى الخصومة والمنازعة والمدافعة فهذا ليس من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم في البيان، وفي الدعوة إلى الله أو إلى سنة رسول الله.


 

“Adapun kami pergi menuju mayit, atau kubur, dan kami membaca Al Quran. Maka sebagian ulama mengatakan: “Dahulu kaum salaf menyukai membaca surat Yasin di samping mayit, sebagian lagi menyukai membaca surat Ar Ra’du, dan sebagian lain surat Al Baqarah. Semua ini merupakan ucapan dan perbuatan kaum salaf (terdahulu). Maka, tidak semestinya mengingkari hal itu hingga lahir kebencian. Seandainya manusia sudah menyampaikan pandangannya maka hal itu sudah cukup, dan dia telah menunaikan apa yang seharusnya. Tetapi jika demi melahirkan  permusuhan, perdebatan, dan  menyerang, maka ini bukanlah sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memberikan penjelasan, dan bukan cara dakwah kepada Allah dan kepada sunah Rasulullah.
(asy-Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh Bulughul Maram, Hal. 113. Maktabah Misykah)


Wallahu a’lam  

Monday 8 March 2010

Teladan Umar bin Abdul Aziz

’Atha al-Khurasani berkata, ”Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pelayannya untuk memanaskan air untuknya. Lalu pelayannya memanaskan air di dapur umum. Kemudian Umar bin Abdul Aziz menyuruh pelayannya untuk membayar setiap satu batang kayu bakar dengan satu dirham.”

’Amir bin Muhajir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menyalakan lampu milik umum jika pekerjaannya berhubungan dengan kepentingan kaum Muslimin. Ketika urusan kaum Muslimin selesai, maka dia akan memadamkannya dan segera menyalakan lampu miliknya sendiri.

Yunus bin Abi Syaib berkata, ”Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya.”

Abu Ja’far al-Manshur pernah bertanya kepada Abdul Aziz tentang kekayaan Umar bin Abdul Aziz, ”Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?” Abdul Aziz menjawab, ”Empat puluh ribu dinar.” Ja’far bertanya lagi, ”Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?” Jawab Abdul Aziz, ”Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang.”

Bahkan suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Ia berkata kepada istri Umar, ”Tidakkah engkau cuci bajunya?” Fathimah menjawab, ”Demi Allah, dia tidak memiliki pakaian lain selain yang ia pakai.”

Ketika shalat Jum’at di masjid salah seorang jamaah bertanya, ”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?” Umar bin Abdul Aziz berkata, ”Sesungguhnya berlaku sederhana yang paling baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat.”

Seorang pelayan Umar, Abu Umayyah al-Khashy berkata, ”Saya datang menemui istri Umar dan dia memberiku makan siang dengan kacang adas. Saya katakan kepadanya, ’Apakah setiap hari tuan makan dengan kacang adas?’” Fathimah menjawab, ”Wahai anakku, inilah makanan tuanmu, Amirul Mukminin.” ’Amr bin Muhajir berkata, ”Uang belanja Umar bin Abdul Aziz setiap harinya hanya dua dirham.


sumber : dakwatuna