Monday 26 July 2010

Kalo Terpaksa Bertransaksi Ribawi?

Sebelum membahas tentang transaksi riba yang terpaksa (terpaksa punya rekening di bank konvensional, asuransi konvensional, dll), mari kita mantapkan dulu kengerian kita terhadap riba :)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang merusak.” Ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, apa tujuh hal itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari medan pertempuran dan menuduh berzina wanita-wanita yang terjaga (dari berzina) yang lalai dan beriman.”
(HR. Muslim)

Dari hadis ini jelas bahwa riba adalah dosa besar, karena dikelompokkan dengan syirik, membunuh, zina, dan lainnya.

Allah azza wa jallan berfirman,
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu….” (QS. Al-Baqarah: 279)

Ayat ini menjelaskan bahwa, berani bertransaksi riba berarti belagu, berani perang melawan Allah dan Rasul-Nya.

"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri."
(HR. Ath-Thabrany dan lainnya serta dishahihkan oleh al-Albani)

Hadis ini sudah sangat jelas.

“Satu dirham riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sementara ia tahu, lebih berat daripada 36 pelacur” (HR. Ahmad, disebutkan dalam Naylul Authar)

Hadis ini menerangkan bahwa dosa riba walaupun hanya satu dirham (sekitar 30ribu rupiah), adalah lebih berat dari dosa 36 pelacur. Itu baru 1 dirham, gimana klo transaksi yg menghasilkan riba ratusan dirham?

Trus, gimana klo bertransaksi ribawi tp g ngambil ribanya?

Klo pun g ngambil ribanya (bunga tabungan misalnya), ya tetep aja nolongin perusahaan ribawi, untuk menjalankan bisnisnya, menambah untungnya, bahkan mengembangkan bisnis ribawinya.

Allah azza wa jallan berfirman,
وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“..dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Dan diriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakai riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka itu sama saja”
(HR. Muslim)

Jadi, nolongin bisnis ribawi, sama aja dosanya dg nolongin terjadinya dosa besar, nolongin mereka yang berperang melawan Allah dan Rasul-Nya, nolongin seseorang menzinai ibunya, dan nolongin 36 pelacur untuk melacur.

Lha, klo terpaksa gimana? (baru masuk tema nih ^_^;)

Memang dalam hukum Islam keterpaksaan membolehkan yang terlarang. Ada kaidah, “adh-dharurat tubihul mahzhurat”, alias “keadaan darurat membolehkan yang dilarang”. Namun keterpaksaan tersebut tetap dibatasi, seperti dalam firman Allah azza wa jalla,

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“…Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)

Jadi keterpaksaan harus dibalut dengan “tidak menginginkannya” dan “tidak melampaui batas”.

“Tidak menginginkannya” berarti hatinya menolak, resah, dan ia tidak bernikmat-nikmat dengan keterpaksaan tersebut. Mumpung punya asuransi (ribawi) trus menikmatinya sebanyak-banyaknya adalah hal yg perlu diperhatikan. Memakai sebatas premium yg telah dibayar mgkn ga papa, tapi selebihnya adalah riba. "Terpaksa punya" dan "terpaksa memakai" adalah 2 posisi berbeda, maka pastikan dulu di mana posisi kita.

Adapun “tidak melampaui batas” berarti hanya melanggar sesuai dengan keterpaksaannya. Yang hanya terpaksa punya 1 rekening bank ribawi atau asuransi ribawi, maka tidak terpaksa untuk memiki rekening kedua. Yang hanya terpaksa punya rekening bank (ribawi) A, maka tidak terpaksa untuk mempunyai rekening bank (ribawi) B. Begitu seterusnya. Dan setiap keterpaksaan akan ditanyai di akhirat.

Tapi, bank syariah katanya juga g murni syariah?

Nanya atau nyari alesan? :) Setidakmurni-tidakmurninya bank syariah, masih jauh lebih ribawi bank konvensional. So, yang mana yang seharusnya dipilih seorang muslim?

Di atas itu semua, mari berdoa untuk keterbebasan dari riba.

“Apabila telah nampak zina dan riba di sebuah kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan adzab Allah (kepada mereka -penj) “
 (HR. Al-Hakim dan ath-Thabrani dishahihkan oleh al-Albani)


Wallahu a’lam
Wallahul-musta’an

3 comments:

  1. kalo ada yang terpaksa tapi sampe 2x, untuk hal yang sama, itu berarti alesan!! hehe

    btw, om syaikh, kalo KPR tuh gimana ya? soalnya, kalo ga pake kredit, untuk sebagian banyak orang, bisa-bisa ga punya rumah

    ReplyDelete