Tuesday 4 October 2011

Kisah Dua Keteguhan

DariAtha' bin Abu Rabah dia berkata, Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku; "Maukah aku tunjukkan kepadamu seorang wanita dari penduduk surga?" jawabku; "Tentu." Dia (Ibnu Abbas) berkata; "Wanita berkulit hitam ini, dia pernah menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata; "Sesungguhnya aku menderita epilepsi dan auratku sering tersingkap (ketika sedang kambuh), maka berdoalah kepada Allah untukku." Beliau bersabda: "Jika kamu mau, bersabarlah maka bagimu surga, dan (atau) jika kamu mau, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu." Ia berkata; "Baiklah, aku akan bersabar." Wanita itu berkata lagi; "Namun berdoalah kepada Allah agar (auratku) tidak tersingkap." Maka beliau mendoakan untuknya." ... (HR. al-Bukhari 5220).

Ummu Zufar adalah shahabiyah yang kisahnya hanya diriwayatkan dalam 1 hadis ini, namun ada pelajaran besar yang bisa diambil hanya dari satu kisah ini. Setidaknya ada 2 pelajaran tentang keteguhan dari Ummu Zufar radhiallahu 'anha.

Pertama, keteguhan Ummu Zufar terlihat pada pilihannya untuk bersabar dalam sakitnya demi surga. Ini adalah sebuah keistimewaan yang bahkan tidak boleh ditiru oleh kebanyakan kaum muslimin.

Sebagian ulama berpendapat bolehnya seorang muslim bersabar dalam sakit atau musibah yang menimpanya (bahkan memintanya) tanpa berusaha menghilangkannya karena menginginkan kebaikan yang ada dalam musibah sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits, dengan syarat musibah tersebut tidak menghalangi ibadahnya kepada Allah.

Tentu ini sangat berbeda dengan kebanyakan kita yang justru ketika sakit malah menghalangi kita dari sholat berjamaah, tilawah al quran, tahajjud, menghadiri majelis ilmu dan lainnya. Bahkan, ketika tidak ada halangan pun kita membuatnya seolah-olah ada halangan!

Berapa banyak dari kita yang lebih mengutamakan panggilan atasan daripada panggilan Allah? Berapa banyak dari kita yang melewatkan tilawah alQuran hanya karena "sibuk" makan, tidur, dan pekerjaan yang bila ditinggalkan tidak berpengaruh apa pun? Bahkan siaran langsung pertandingan olahraga di malam hari seolah menjadi halangan syar'i untuk tidak tahajjud!

Kedua, keteguhan Ummu Zufar terlihat sekali lagi, ketika ia tetap meminta agar sakitnya tidak membuat auratnya tersingkap.

Ini adalah keteguhan memegang syariat yang tinggi, yang mungkin lebih mudah ditiru dibanding keteguhan pertama. Namun sayangnya, kita juga cenderung lemah memegang syariat. Ketika sedikit saja kita punya alasan untuk melanggar syariat, maka kita menganggapnya seolah-olah rukhshah (keringanan) telah datang dari Allah. Padahal kita tidak memahami dengan sebenarnya hukum-hukum rukhshah dari Allah.

Ketika tidak ada suara adzan yang terdengar dan tidak ada masjid di lingkungan kita, bukan berarti kita bersantai-santai mengakhirkan sholat hingga hampir datang sholat berikutnya. Ketika sakit membuat kita harus melanggar syariat (mis.menyingkap aurat) bukan berarti kita tidak perlu berusaha menyembuhkannya atau bahkan malah nyaman melakukannya di hadapan umum. Ketika sistem ekonomi masih berbasis riba dan tidak ada pilihan lain bukan berarti kita boleh seenaknya kredit (bahkan menabung) di sana sini tanpa kebutuhan yang jelas dan penting atau bahkan tetap memilih yang ribawi ketika ada pilihan syariah.

Tidakkah kita ingat, bahwa wawancara di akhirat sangatlah berat? Jawaban-jawaban hebat apa yang telah kita siapkan untuk setiap pelanggaran syariat yang akan ditanyakan?

La hawla wa la quwwata illa billah..

No comments:

Post a Comment